Thursday 30 January 2014

Pembakuan Bahasa

PEMBAKUAN BAHASA

Pengertian Bahasa Baku
Bahasa baku adalah ragam bahasa yang secara sosial lebih digandrungi sering kali berdasarkan pada ujaran orang-orang yang berpendidikan di dalam dan di sekitar pusat kebudayaan dan/atau politik suatu masyarakat ujaran (Hartmann dan Stork, 1972:218)
Bahasa baku adalah suatu bahasa yang memiliki keistimewaan sastra dan kultural melebihi dialek-dialek lainnya dan disepakati para penutur dialek-dialek lain sebagai bentuk bahasa yang paling sempurna (Pei dan Bainor, 1954:203)
Bahasa baku adalah ragam ujaran suatu masyarakat bahasa yang disyahkan sebagai norma keharusan bagi pergaulan sosial atas dasar kepentingan-kepentingan dari pihak-pihak dominan dari masyarakat itu.
Tindakan pengesahan norma itu dilakukan lewat pertimbangan-pertimbangan nilai yang bermotivasi sosiopolitik (Dittman, 1976:80)
Kutipan-kutipan diatas menjelaskan kepada kita semua bahwa bahasa baku adalah satu ragam (variasi) bahasa juga bernasib baik, dipakai oleh kelompok penutur tertentu (pengacara, ilmuwan, pengajar, pengarang, dan sebagainya) yang biasa bermukim di pusat-pusat kebudayaan, politik, pendidikan, dan ekonomi.
Maka tidak menghrankan kalu banyak orang yang mengasosiasikan bahasa dengan orang-orang yang tinggal di kota atau orang-orang terpelajar.

Proses Pembakuan Bahasa
Pembakuan bahasa adalah suatu proses yang berlangsung secara bertahap tidak terjadi sekali jadi. Pembakuan adalah sikap masyarakat terhadap satu ragam bahasa, dan dari psikologi sosial kita mengetahui bahwa sikap masyarakat akan suatu proses tidak sebentar.
Tahap-tahap proses standarisasi sebagai berikut :
1. Pemilihan (selection)
Suatu variasi atau dialek tertentu akan dipilih utuk kemudian dikembangkan menjadi bahasa baku. Ragam atau variasi tersebut bisa berupa suatu ragam yang telah ada misalnya, yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan politik, ekonomi, sosial, dan bisa merupakan campuran dari berbagai ragam bahasa yang ada.
Sebenarnya banyak dasar atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan atau memilih sebuah ragam menjadi bahasa baku, antara lain:
a. Otoritas
Maksudnya penentuan baku atau tidak baku berdasar kepada orang dianggap ahli atau pada kewenangan buku tata bahasa atau kamus. Dasar otoritas pada umumnya manusia belum merasa puas bahwa yang dikerjakan atau dikatakannya itu benar. Apa yang dilakukan seseorang untuk mengetahui benar tidaknya atau baku tidaknya suatu bentuk ujaran dengan mengacu kepada pemegang otoritas tetapi perlu diingat dasar otoritas ini ada bahanya. Bisa saja tata bahasa dan kamus yang digunakan sudah kadaluarsa atau tidak cocok lagi dengan keadaan sekarang.
b. Bahasa Penulis Terkenal
Menurut Alisyahbana (dalam Robin, 1997) mengatakan bahasa dari para penulis terkenal sebaiknya digunakan untuk menjadi bahasa yang baik, tetapi ada kelemahan-kelemahan jika bahasa para penulis dijadikan bahasa, yaitu :
1) Bahasa itu bukan hanya bahas tulis saja, tetapi ada bahasa lisan,
2) Siapa yang bisa menjamin bahasa penulis-penulis terkenal telah menguasai aturan-aturan tata bahasa dengan baik,
3) Apakah bahasa penulis-penulis terkenal masih sesuai dengan keadaan sekarang.
c. Demokrasi
Dasar demokrasi maksudnya, menentukan bentuk dasar yang benar dan tidak benar atau baku dan tidak baku. Tentunya kita harus menggunakan data statistik, dasar demokrasi tidak dapat digunakan untuk menentukan keputusan-keputusan kebahasaan.
d. Logika
Dasar logika maksudnya, dalam penetuan baku atau tidak baku digunakan pemikiran logika. Bisa diterima akal atau tidak, dasar logika tidak dapat digunakan untuk menentukan kebakuan bahasa sebab sering kali benar atau tidak benar struktur bahasa tidak sesuai dengan pemikiran logika, umpamanya dalam kalimat “Dia menggali lubang” padahal menurut logika yang digali adalah tanah bukan lubang. Secara linguistik tentu dapat dicari alasan akan keberterimaan kalimat tersebut. Begitu juga dengan persoalan konstruksi tetapi memiliki makna gramatikal yang berbeda, seperti anak asuh yang bermakna anak yang diasuh dan ibu asuh yang bermakna ibu yang mengasuh. Dimana letak logikanya sehingga kedua kontruksi itu memiliki makna yang berbeda.
e. Bahasa Orang-Orang Yang Dianggap Terkemuka Dalam Masyarakat
Penuturan baku atau tidak bakunya suatu bentuk bahasa didasarkan pada bahasa orang-orang terkemuka seperti pemimpin, wartwan, pengarang, guru, dan sebagainya. Mengapa harus berdasar kepada bahasa mereka? Karena mereka semua dianggap orang-orang yang paling banyak mempunyai kesempatan untuk mendatangi masyarakat dan paling berpeluang untuk selalu menggunakan bahasa.

2. Kodifikasi (codification)
Asal kata dari code, kata kerjanya to to codity, kata bendanya codification, yaitu hal memberlakukan suatu kode atau aturan kebahasaan untuk dijadikan norma dalam berbahasa oleh masyarakat, kodifikasi ini meliputi :
a. Ortografi
b. Pengucapan atau lafal
c. Tata bahasa
d. Peristilahan
Badan atau lembaga tertentu biasanya ditunjuk untuk terlaksananya kodifikasi ini. Lembaga ini menysun kamus, buku tata bahasa dengan berpedoman pada kode atau variasi yang akan dimasyarakatkan, sehingga setiap orang mempunyai acuan aturan bahasa yang benar.


3. Penjabaran fungsi (elaboration of function)
Apa yang dikodifikasikan itu tidak akan memasyrakat tanpa adanya penjabaran fungsi ragam yang sudah standar. Peran pemerintah sangat luar bisa dalam penjabaran fungsi ini. Pemakaian bahasa di parlemen, pengadilan, pendidikan, dan berbagai literatur lainnya sangat menunjang proses dimaksud. Demikian pula guru, pengarang, wartawan, penyair, dan sebagainya mempunyai andil penting dalam pemasyrakatan bahasa baku, pada kenyataanya proses elaborasi fungsi ini akan melibatkan pemasyarakatan hal-hal ekstralinguistik seperti pembiasaan, format atau bentuk surat, atau dalam penyusunan teks, dan lain sebagainya.
4. Persetujuan (acceptance)
Ini adalah tahap akhir dari proses pembakuan bahasa. Pada akhirnya ragam bahasa ini meskti disetujui oleh anggota masyarakat ujaran sebagai bahasa nasional mereka, maka bahasa standar ini mempunyai kekuatan untuk mempersatukan bangsa dan mennjadi symbol kemerdekaan dan menjadi cirri pembeda dari Negara-negara lain. Dengan lahirnya sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928 dan Pasal 6 UUD 1945 Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional.
Sebagai bahasa nasiona, Bahasa Indoensia memiliki empat fungsi dalam Negara Indonesia yaitu :
a. Lambang Kebangsaan Negara,
b. Lambang identitas Nasional,
c. Alat pemersatu berbagai suku bangsa, dengan latar belakang social budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
d. Alat penghubung antara daerah dan antar budaya.

Penggunaan Bahasa Baku
Dewasa ini otoritas untuk pembakuan Bahasa Indonesia ada pada lembaga. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang bernama Pusat Bahasa).
Maka dalam proses pembakuan Bahasa Indonesia sudah seharusnya lembaga ini mencari dan mengumpulkan data, menganilis, mengatur, dan menyusun kaidah-kaidah lalu menyebarluaskan kepada masyarakat.
Untuk leberhasilan usaha pembakuan bahasa, perlu adanya dukungan dari berbagai sarana antara lain :
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan tempat untuk menyebarluaskan pengembangan dan penyebaran bahasa baku, juga merupakan salah satu sarana yang paling tepat untuk menghidupkan eksistensi bahasa baku.
2. Industri Baku
Melalui buku ragam bahasa baku (tulis) dapat ditampilkan sehingga proses pembakuan bahasa akan lebih cepat tercapai.
3. Perpustakaan
Tidak adanya perpustakaan berarti hilangnya kesempatan banya orang untuk menggunakan bahasa baku. Penyebaran dan pengembangan bahasa baku tidak dapat dilepaskan dari keberadaan perpustakaan.
4. Administrasi Negara
Kelangsungan eksistensi bahasa baku dapat terjamin dengan adanya administrasi Negara yang rapi, tertib dan teratur. Administrasi yang kacau, tidak teratur dapat merusak kelangsungan eksistensi bahasa baku sebab salah satu tempat digunakannya bahasa baku adalah pada administrasi kenegaraan.
5. Media Massa
Surat kabar dan majalah merupakan sarana bacaan yang paling banyak mendekati masyarakat. Maka tersedianya media massa baik tulis maupun elektronik akan menjamin tercapainya pembakuan bahasa yang lebih luas.
6. Tenaga
Tidak adanya, atau kurangnya tenaga kebahasaan ini akan menyulitkan proses pembakuan bahasa,maka alangkah baiknya bila ada pada tempat, situasi tertentu tersedianya kebahasaan sehingga memudahkan masyarakat memperoleh informasi kebahasaan.
7. Penelitian
Tanpa adanya penelitian yang terus menerus di bidang kebahasaan, usaha pengembangan dan pembakuan bahasa tidak akan mencapai kemajuan.
Fungsi Bahasa Baku
Fungsi bahasa baku menurut Gravin dan Mathiot (1986 : 785-787) yang bersifat social politik yaitu :
1. Fungsi pemersatu
2. Fungsi pemisah
3. Fungsi harga diri
4. Fungsi kerangka acuan

1. Fungsi pemersatu (The Unifying Function)
Fungsi pemersatu adalah kesanggupan bahasa baku untuk menghilangkan perbedaan variasi dalam masyarakat dan membuat terciptanya kesatuan masyarakat tutur, dalam bentuk minimal, memperkecil adanya perbedaan variasi dialektikal dan menyatukan masyarakat tutur yang berbeda dialeknya.
2. Fungsi pemisah (Separatist Function)
Fungsi pemisah adalah bahwa ragam bahasa baku dapat memisahkan atau membedakan penggunaan ragam bahasa untuk situasi formal dan non formal. Para penutur harus bisa menentukan kapan dia harus menggunakan ragam bahasa baku dan kapan tidak menggunakannya. Jika penutur tidak dapat memisahkan fungsi ragam bahasa baku dari non baku, akan terjadi masalah social.
3. Fungsi harga diri (Prestige Function)
Adalah bahwa pemakaian ragam bahasa baku akan memiliki perasaan harga diri yang lebih tinggi daripada yang tidak dapat menggunakannya, sebab ragam bahasa baku biasanya tidak dapat dipelajari dari lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat. Ragam bahasa baku hanya dapat dicapai melalui pendidikan formal. Fungsi bahasa disini sesuai dengan pendapat Fishman (1970) yang mengatakan bahwa ragam bahasa baku mencerminkan cahaya kemuliaan, sejarah, dan keunikan, seluruh rakyat. Ragam bahasa baku merupakan lambang atau symbol suatu masyarakat tutur.
4. Fungsi kerangka acuan (Frame Of Reference Function)
Adalah bahwa ragam bahasa baku akan dijadikan tolok ukur untuk norma pemakaian bahasa yang baik dan benar secara umum.
Keempat fungsi diatas dapat dilakukan oleh sebuah ragam bahasa baku kalau ragam bahasa baku itu telah memiliki tiga ciri yang sangat penting, yaitu
1. Memiliki ciri kemantapan yang dinamis,
2. Memiliki ciri kecendikiaan,
3. Memiliki ciri kerasionalan.

1. Memiliki ciri kemantapan yang dinamis
Berupa kaidah atau aturan yang tetap. Ciri kematapan ini dapat diusahakan dengan melakukan kodifikasi bahasa terhadap dua aaspek panting yaitu,
a. Bahasa menurut situasi pemakai dan pemakaiannya,
b. Berkenaan denga strukturnya sebagai sautu system komunikasi
Kedua aspek tersebut menghasilkan kumpulan kaidah yang berkenaan dengan struktur bahasa. Yang bersifat dinamis artinya mempunyai kemungkinan untuk berubah dalam jangka waktu tertentu, sebab secara teoritis tidak ada bahasa yang statis.
2. Memiliki ciri kecendikiaan
Ciri ini harus diupayakan agar bahasa itu dapat digunakan untuk membicarakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kehidupan modern. Kecendikiaan dapat dilakukan dengan memperkaya kosakata, dalam segala bidang kegiatan dan ilmu.
3. Memiliki ciri kerasionalan
Bahasa itu harus tampak dalam penggunaan bahasa di bidang kosakata maupun struktur sintaksis. Kerasionalan bahasa baku sangat tergantung pada kecendikiaan penutur untuk menyusun kalimat yang secara logika dapat diterima isinya.

No comments:

Post a Comment