Nama : Sitra Wijaya
NIM : 06081002033
Tugas : Kritik Prosa Fiksi
Dosen
Pengasuh : Dr. Didi Suhendi, M.
Hum.
Prodi : Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia
Soal
1.
Sebutkan
Para Kritikus atau para kritik yang tergolong periode angkatan 1945?
a)
Chairil
Anwar (Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Putus [1949], Deru Campur Debu
[1949], dll.)
c)
Pramoedya
Ananta Toer (Cerita dari Blora [1963], Keluarga Gerilya [1951], dll.)
d)
Mochtar
Lubis (Tidak Ada Esok [1982], Harimau! Harimau!, dll.)
e)
Achdiat K.
Mihardja (Atheis [1958], dll.),
h)
Utuy Tatang Sontani (Suling (drama) (1948), Tambera (1949), Awal dan Mira - drama
satu babak (1962))
i)
Suman Hs. (Kasih Ta' Terlarai (1961), Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957), Pertjobaan Setia (1940))
j)
Bahrum
Rangkuti
2.
Terbagi
dalam berapa kelompok para kritikus tersebut dan sebutkan!
Kelompok para
kritikus terbagi dalam dua
kelompok yaitu generasi gelanggang dan generasi modern. Sastrawan yang termasuk
ke dalam generasi gelanggang yaitu Chairil Anwar, Asrul Sani, Baharudin, dan Henk Ngantung.
Selanjutnya yang termasuk ke dalam kelompok
generasi modern yaitu Idrus, Pramoedya Ananta Toer, Trisno Sumardjo, Utuy
Tatang Sontani, Suman Hs, Bahrum Rangkuti, Mochtar Lubis, dan Achdiat K. Mihardja. Para generasi gelanggang merupakan
pencetus terbentuknya angkatang 1945 yang isinya berbunyi:
“Generasi Gelanggang terlahir dari pergolakan
roh dan pikiran kita, yang sedang menciptakan manusia Indonesia yang hidup.
Generasi yang harus mempertanggungjawabkan dengan sesungguhnya penjadian dari
bangsa kita. Kita hendak melepaskan diri dari susunan lama yang telah
mengakibatkan masyarakat lapuk dan kita berani menantang pandangan, sifat, dan
anasir lama untuk menyalakan bara kekuatan baru.”
Sementara ketika Chairil Anwar wafat, dokumen gelanggang menjadi konsep utama
atau dasar utama angkatan 1945 yang kemudian disebut Surat Kepercayaan
Gelanggang.
3. Apa aliran atau orientasi karya sastra
masing-masing kelompok para kritikus itu?
a)
Pada
generasi gelanggang, orientasi pujangga
Angkatan ’45 masih ke Barat, namun dalam penyerapan kebudayaan Baratnya ini
mengalami pemasakan dalam jiwa, sehingga lahir bentuk baru. Karena itu, plagiat
Chairil Anwar atas karya Archibald Mac Leish yang berjudul The Young Dead
Soldiers tidak kelihatan, yang menjelma menjadi sajak Krawang Bekasi. Namun pula di samping itu Chairil Anwar juga
banyak berjasa dalam memodernisasi kesusastraan Indonesia, dalam penjiwaannya
yang menjulang tajam.
b)
Pada
generasi modern, orientasi yang digunakan yaitu orientasi ekspresif yang
memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.
a)
Revolusioner
dalam bentuk dan isi. Membuang tradisi lama dan menciptakan bentuk baru sesuai
dengan getaran sukmanya yang merdeka.
b)
Mengutamakan
isi dalam pencapaian tujuan yang nyata. Karena itu bahasanya pendek, terpilih,
padat berbobot. Dalam proses mencari dan menemukan hakikat hidup. Seni adalah
sebagai sarana untuk menopang manusia dan dunia yang sedalam-dalamnya.
c)
Ekspresionis,
mengutamakan ekspresi yang jernih.
d)
Individualis,
lebih mengutamakan cara-cara pribadi.
e)
Humanisme
universal, bersifat kemanusiaan umum. Indonesia dibawa dalam perjuangan
keadilan dunia.
f)
Tidak
terikat oleh konvesi masyarakat yang penting adalah melakukan segala percobaan
dengan kehidupan dalam mencapai nilai kemansiaan dan perdamaian dunia.
g)
Tema yang
dibicarakan: humanisme, sahala (martabat manusia), penderitaan rakyat, moral,
keganasan perang dengan keroncongnya perut lapar.
4.
Apa
dasar penilaian yang mereka gunakan?
Periode 1942-1950
atau 1942-1955 adalah periode bangkit dan terintegrasinya sastra angkatan ’45. Dalam periode ini,
kritik sastra berupa tulisan yang dapat digolongkan teori kritik sastra ialah
esai dan terapan kritik. Pada angkatan ini, dikenal aliran sastra realisme,
naturalisme,individualisme, dan humanisme universal. Di antara para kritikus,
H.B Jassin lah yang paling menonjol sebagai kritikus professional dan terkenal
sebagai “Paus Kritik Sastra Indonesia”. Selain itu
juga ada Sitor Situmorang yang menjadi tokoh kritik sastra “Sastra
Revolusioner” dan Pramudya Ananta Toer menjadi tokoh utama kritikus kelompok
Lekra.