ANALISIS STRUKTURALISME DALAM CERPEN
SERIAL GENDER TERPASUNG “AKAL” KARYA FATMA ELLY
Oleh:
Sitra Wijaya NIM 06081002033
Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia dan Daerah
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sriwijaya
2010
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Sastra
merupakan sebuah seni yang dapat disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Cerita pendek merupakan salah satu bentuk karya sastra yang diakui
keberadaannya disamping novel, puisi, dan drama. Menurut Ambary (1998:61)
cerita pendek adalah cerita yang hanya menceritakan salah satu peristiwa
daripada seluruh kehidupan yang luas tentang pelakunya. Cerpen adalah salah
satu jenis karya sastra yang merupakan tempat penuangan-penuangan terhadap
hakikat hidup dan kehidupan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mukmin (2008:1)
yang mengemukakan bahwa keadaan masyarakat beserta liku-liku kehidupannya tidak
terlepas dari pengamatan para sastrawan sebagai pengamat sosial.
Cerita
pendek yang dalam pembahasannya yang memuat tentang peristiwa kehidupan
sehari-harimanusia membuat pengarang berusaha untuk menuangkan apa yang dirasa
dan dilihat dalam kehidupan nyata. Namun, bukan berarti cerpen menceritakan
suatu kehidupan sebenarnya. Cerpen hanya mengambil pengalaman hidup pengarang,
baik yang secara langsung dialami pengarang, maupun secara tidak langsung
melalui pengalaman orang lain yang sampai pada pengarang.
Cerpen
yang baik sebaiknya mempunyai susunan atau struktur yang dirancang dengan
begitu cermat oleh pengarang agar dihasilkan sebuah cerita yang utuh, memiliki
hubungan keterkaitan antar unsur, dan tidak terpisah-pisah. Namun, saat ini
banyak sekali bermunculan cerpen-cerpen baru, namun tidak semua cerpen memiliki
susunan atau struktur yang jelas. Oleh karena itu perlu diadakan suatu kajian
strukturalisme terhadap cerpen. Pengkajian cerpen dengan teori ini dapat
dilihat dari alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema
dan amanat.
1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di
atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan di bahas dalam kajian ini
yaitu bagaimanakah struktur unsur-unsur instrinsik seperti alur, tokoh dan
penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema, serta amanat
yang disampaikan pengarang dalam cerpen “Akal” karya Fatma Elly ini.
1.3 Tujuan
Analisis strukturalisme cerpen ini bertujuan untuk
mendeskripsikan struktur dari unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerpen.
1.4 Manfaat
Analisis
strukturalisme dalam cerpen ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, baik
secara teoritis maupun praktis. Hasilnya diharapkan dapat memberi sumbangan
terhadap teori bahasa Indonesia.
2. Kerangka Teori
2.1 Pengertian Struktralisme
Strukturalisme merupakan teori
yang digunakan untuk menganalisis kebudayaan. Strukturalisme pada dasarnya
merupakan cara berpikir tentang dunia yang terutam berhubungan dengan tanggapan
dan deskripsi struktur-struktur dalam karya sastra. Struktur karya sastra terdiri
atas unsur alur, tokoh dan penokohan, tema, latar, dan amanat cerita. Unsur
inilah yang akan membangun struktur sebuah karya sastra (Sundari, 1984).
Penelitian
ini membahas cerpen “Tirai” karya Sony Karsono sebagai karya yang memiliki
struktur. Untuk itu, cerpen yang dibahas ini tidak dikaitkan dengan lingkungannya,
seperti pengarang, pembaca, atau penerbitnya. Hal yang dibahas adalah sistem
formalnya yaitu unsur-unsur seperti alur, tokoh dan penokohan, latar, tema, dan
amanat.
2.2 Pengertian, Ciri-ciri, serta Unsur Pembangun cerpen
Cerpen
adalah salah satu bentuk karya sastra. Tidak jauh berbeda dengan pendapat
Ambary pada latar belakang, Daud (2006:75) berpendapat, cerpen adalah salah
satu karya sastra yang berbentuk prosa, yang secara fisik lebih pendek daripada
novel dan roman. Sebagaimana karya sastra yang lainnya, cerpen juga memiliki
ciri-ciri. Daud (2006:75-76) mengemukakan ciri-ciri cerrpen sebgai berikut:
1) panjang cerita kurang lebih 3-10 halaman
atau kurang dari 10.000 kata,
2) habis dibaca dalam sekali duduk,
3) dalam cerpen hanya ada satu insiden yang
menguasai jalan cerita,
4) terdapat konflik, tetapi tidak sampai
menimbulkan perubahan nasib pelaku utama,
5) hanya terdapat satu alur cerita,
6) perwatakan dan penokohan dituliskan secara
singkat,
7) ceritanya tentang yang terjadi sekarang.
Seperti halnya karya sastra
yang lain, cerpen juga memiliki unsur yang membangun sebuah cerpen, yaitu unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Pratiwi (2005:41) menyatakan unsur-unsur intrinsik adalah unsur
yang membentuk cerpen dari dalam sastra itu sendiri yang meliputi alur, tokoh
dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat. Dan menurut
Pratiwi (2005:41) unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra di
luar sastra itu sendiri yang meliputi agama, sosial, ekonomi, budaya, biografi,
pengarang dan identitas buku.
2.3 Pengertian Alur, Tokoh dan Penokohan, Latar, Sudut Pandang, Gaya
Bahasa, Tema, dan Amanat.
Menurut
Sudjiman (1988: 19) dalam sebuah cerita rekaan berbagai peristiwa disajikan
dalam urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan itu membangun cerita, yaitu
alur atau plot. Menurut Sayuti (2000:31) alur diartikan
sebagai peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan panjang lebar dalam suatu
rangkaian tertentu. Senada
dengan Sayuti, Eti dkk (2005:16) menyatakan alur adalah rangkaian peristiwa
yang direka dan dijalin dengan seksama dan menggerakan jalan cerita melalui
rumitan ke arah klimaks dan penyesuaian. Ada beberapa jenis alur, yaitu sebagai
berikut:
1) alur progresi/alur maju ialah alur yang
menceritakan peristiwa dari awal ke akhir.
2)
alur
flashback/ alur mundur ialah alur
yang menceritakan bagian akhir cerita menuju awal cerita sampai cerita
terakhir.
3) alur campuran/maju-mundur ialah alur yang
menceritakan cerita secara kronologis/berurutan, tetapi pada tegah cerita
disampaikan kejadian pada masa lalu atau sebaliknya (Pratiwi, 2005:43).
Selanjutnya tokoh dan
penokohan, tokoh adalah orang yang memainkan peran tertentu dalam karya sastra
(Pusat Bahasa, 2003:115). Berdasarkan fungsinya tokoh dapat dibedakan atas
tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran
utama, sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya
dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau
mendukung tokoh utama (Sudjiman, 1988: 17-18). Sementara itu, yang dimaksud dengan penokohan yakni bagaimana pengarang menampilkan
perilaku tokoh-tokohnya.
Latar atau setting sangat
menunjang dalam sebuah cerpen. Menurut Winahyutari (2004:131), latar atau
setting adalah waktu, tempat, dan suasana yang berkaitan dengan terciptanya
peristiwa di dalam karya sastra. Jadi latar adalah gambaran tempat, waktu, dan
segala sesuatu tentang terjadinya peristiwa dalam cerita.
Unsur berikutnya yaitu Sudut
pandang. Sudut pandang adalah suatu teknik yang digunakan pengarang dalam
menampilkan pelaku dalam ceritanya. Pratiwi (2005:45) menyatakan ada tiga macam
sudut pandang, yaitu:
1) sudut pandang orang pertama, seperti aku,
saya, dan beta,
2) Sudut pandang orang ketiga, seperti ia,
dia, atau nama orang,
3) Sudut pandang orang ketiga serba tahu,
yaitu pengarang solah-olah serba tahu sehingga pengarang dapat mengemukakan
segala tingkah laku dan pikiran semua tokoh.
Kemudian gaya bahasa, menurut
Daud (2006:78) gaya bahasa atau majas ialah cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas dalam bentuk lisan maupun tulisan. Dalam sebuah cerpen
kita sering menemukan gaya bahasa yang
digunakan pengarang.
Unsur
terakhir, yaitu tema dan amanat. Sebenarnya antara tema dan amanat tidak dapat
dipisahkan karena amanat adalah pengembangan dari tema. Secara eksplisit amanat
itu dapat diketahui dari peristiwa yang terurai dalam cerita. Amanat dari
sebuah karya sastra ada kalanya dapat berupa suatu ajaran moral, atau pesan
yang ingin disampaikan oleh pengarang (Sudjiman, 1988: 57)
3. Analisis Struktur dalam Cerpen Akal
Karya Fatma Elly
Identitas cerpen:
Judul buku kumpulan cerpen : Serial Gender
Terpasung
Judul cerpen :
Akal
Pengarang :
Fatma Elly
Tahun terbit :
2008
Penerbit :
Esta Blitz
ISBN :
978-979-15282-3-6
3.1 Sinopsis Cerita
Diceritakan seorang lelaki yang berusia empat puluhan. Ia tinggal
sendiri di rumah peninggalan orang tua, tanpa seorangpun yang mendampingi. Ia
selalu sedih, dalam kegagalan dan kesepian. Ia selalu teringat Ibu. Orang yang
terakhir mendampinginya setelah kematian ayah. Dan ia adalah seorang sarjana.
Walaupun ia seorang sarjana, hingga kematian ibunya ia
belum mendapatkan pekerjaan. Hatinya tersas semakin pedih. Betapa tidak ? Ia
belum dapat membahagiakan, mengurus dan merawat terhadap penyakit yang diderita
ibu, maut telah menjemput nyawa ibunya. Konon ibu yang sangat menyayanginya itu
telah berjuang menyekolahkan, membanting tulang dengan berdagang barang
pecahbelah, hanya karena ingin ia menjadi seorang sarjana. Mendapatkan
pekerjaan, menjaddi orang yang terpandang dan bahagia. Bukan orang miskin yang
hidupnya melarat.
Begitulah, Ibu meninggal. Ia belum juga mendapatkan
pekerjaan. Dan segala sesuatu tentang ibunya sangat membebani pikirannya.
Terutama sekali ketidakberdayaan membahagiakan ibu lewat materi. Disamping
masalahnya sendiri. Teman pendamping yang bisa menemani, menghibur diri,
mengurus rumahnya itu, tidak juga didapati.
Setelah itu, ia bertemu dan diajak oleh Iwan pemuda yang
baru dikenal saat ia mengamen di sebuah restoran datang ke pesta ulang tahun.
Ia diminta Iwan untuk menyanyi di dalam grup band miliknya. Yang bisa meledak
dalam pembuatankaset atau videoklipnya. Diiming-imingi seperti itu ia pun
menyetujui. Dan ia pun datang ke pesta ulang tahun bersama Iwan. Ia menyanyikan
beberapa lagu dan mendapatkan sambutan. Bahkan ia mendapat teman gadis-gadis
cantik, minum dan bersenang.
Ternyata Iwan mempunyai niat yang jahat. Dalam rokok
yang dihisapnya diberi suatu campuran yang diketahuinya sebagai ganja. Tidak
hanya itu, sabu-sabu juga diberikan Iwan kepadanya. Dikenalkan dengan Rika.
Dalampelukan Rika dan barang tersebut ia semakin terpaut, lupa dan semaput.
Akhirnya, jadilah ia pengedar. Permintaan Iwan dan Rika tidak bisa ditolak.
Karena ia pun sangat memerlukan.
Hari demi hari, bulan demi bulan, hingga tahun, ia semakin tercandui
barang haram tersebut. Dan kebutuhan terhadap barang itu diperolehnya melalui
pekerjaannya sebagai pengedar. Sesekali ia memberontak, “Ternyata kau seorang
pembunuh Wan”. Lucunya ia tak pernah mau menghindar dari iwan. Iwan baginya
sudah sedemikian memerangkapnya, memasungnya dalam kebutuhan terhadap barang
haram tersebut. Apalagi dengan ketiadaan ekonomi dan kerja selain itu.
Hingga suatu saat, ia semakin dirasuki bayang-bayang dan
suara-suara. Takut, cemas, dendam, sakit hati, sepi, tegang menyebabkannya
tidak sanggup lagi berdiri diatas fakta alam yang nyata. Pengaruh barang haram
tersebut, yang sudah sedemikian lama dipakai tambah merusak otak, akal, dan
jiwanya. Dan jadilah ia sebagai orang yang dikenal dengan sebutan: “Orang gila
yang tidak waras lagi akalnya”.
3.2 Alur
Dalam
cerpen yang berjudul “Akal” karya Fatma
Elly ini digambarkan kisah dengan alur sorot balik (flashback). Cerita diawali dari tokoh ia yang dalam keadaan
otaknya dipengaruhi oleh obat-obat terlarang membayangkan sosok Iwan. Iwan
adalah lelaki yang telah membuatnya terjerumus ke dalam kehancuran. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Mana
tuh si Iwan kalau berani!” teriaknya lantang. Wajahnya merona merah. Bibirya
bergetar. Binaran sinar mata menyala. Mengesankan kegirangan yang nyata. Simak
lagi kutipan berikut.
“Apa
dikiranya aku takut?”. “Aku lelaki. Tak ada rasa takut dalam diriku”. Tapi
justru ia ketakutan. Ia membayangkan Iwan membawa parang dan akan menebas
lehernya. Simak kutipan berikut. “Sebaiknya aku sembunyi. Sebelum parang iwan
menebas leherku”.
Cerita
berlanjut. Pengarang mengisahkan kembali kehidupan lelaki itu (ia) bersama
ibunya. Tinggal berdua di rumah, dalam keadaan ekonomi kurang memadai, lulusan
sarjana tapi masih belum mendapatkan pekerjaan. Sampai ibunya meninggal ia
belum juga memperoleh pekerjaan. Hingga akhirnya ia berkenalan dengan Iwan,
diajak Iwan bergabung ke dalam grup band miliknya, diajak ke pesta ulang tahun,
dikenalkan dengan ganja dan sabu-sabu. Hidupnya semakin lupa dan semaput,
setelah ia kenalkan Iwan dengan Rika. Dan Akhirnya jadilah ia pengedar dan
pemakai obat-obatan terlarang.
Cerita
mencapai klimaks ketika tuduhannya terhadap Iwan tak dapat dipendamnya.
Perhatikan kutipan berikut.
“Ternyata
kau seorang pembunuh Wan”. Awalnya Iwan hanya tersenyum. Tertawa-tawa
mengomentari. “Ah gila kau!”.
Berulang
kali ia menyatakan hal seperti itu, namun jawaban Iwan tetap seperti itu.
Seringnya laki-laki itu mengucapkan kata-kata dan tuduhan terhadap Iwan,
membuat Iwan tak dapat lagi menahan marah. Stik drum yang berada di kamar
diambilnya. Dihantamkan ke tubuh laki-laki itu berkali-kali.
Lucunya ia tak pernah mau menghindar dari iwan. Iwan baginya sudah
sedemikian memerangkapnya, memasungnya dalam kebutuhan terhadap barang haram
tersebut. Apalagi dengan ketiadaan ekonomi dan kerja selain itu. Hingga suatu
saat, ia semakin dirasuki bayang-bayang dan suara-suara. Takut, cemas, dendam,
sakit hati, sepi, tegang menyebabkannya tidak sanggup lagi berdiri diatas fakta
alam yang nyata. Pengaruh barang haram tersebut, yang sudah sedemikian lama
dipakai tambah merusak otak, akal, dan jiwanya. Dan jadilah ia sebagai orang
yang dikenal dengan sebutan: “Orang gila yang tidak waras lagi akalnya”.
3.3 Tokoh dan penokohan
Adapun
tokoh yang terdapat dalam cerpen ini, yaitu:
1) Lelaki itu/ia (Tokoh Utama)
2) Ibu
3) Iwan
4) Rika
Penokohan:
1) Lelaki itu/ia digambarkan sebagai seorang
laki-laki yang pantang menyerah, tidak mudah putus asa. Ia selalu berusaha
untuk memperoleh pekerjaan demi membahagiakan ibu tercinta. Walaupun hingga
ibunya meninggal ia masih belum memperoleh pekerjaan.
2) Ibu digambarkan sebagai seorang perempuan
yang sabar. Membiayai kuliah anaknya dengan bekerja keras menjadi pedagang.
Walaupun anaknya belum mendapatkanpekerjaan, ia selalu memberi semangat agar
anaknya tidak putus asa.
3) Iwan digambarkan sebagai seorang lelaki
yang baik, telah memberikan pekerjaan kepada lelaki itu. Namun, secara tidak
langsung Iwan sudah menjebaknya kedalam kehancuran.
4) Untuk tokoh Rika tidak bisa
dideskripsikan. Rika hanya disebutkan namanya saja.
3.4 Sudut Pandang
Dalam cerpen
Akal ini, pengarang tidak
menggunakan sudut pandang bergaya aku-an atau sudut pandang orang pertama
melainkan sudut pandang orang ketiga (bergaya dia-an).
3.5 Latar
Latar
yang digunakan dalam cerpen “Akal” ini adalah latar tempat dan suasana. Latar
tempat yaitu di meja makan dan di kamar rumah. Adapun latar suasana yaitu
sedih. Untuk latar waktu, pengarang tidak mendeskripsikan waktunya.
3.6 Gaya Bahasa
Dalam cerpen ‘Akal” karya Fatma Elly, tidak banyak
terdapat gaya bahasa yang digunakan. Hanya ada dua gaya bahasa yang digunakan,
yaitu alegori dan klimaks. Dapat dilihat dalam kutipan berikut.
1) alegori “Wajahnya terkurung kemarahan yang
menyerbu”
2) klimaks “Hari demi hari, bulan demi bulan,
hingga tahun,ia semakin tercandui barang tersebut”
3.7 Tema
Adapun
tema dari cerpen ini, yaitu suatu pekerjaan yang tidak baik biasanya akan
berakhir dengan penyesalan dan rasa ketakutan.
3.8 Amanat
Pesan
yang ingin disampaikan pengarang dalam cerpen ini yaitu hendaknya kita jangan
putus asa dalam mencari pekerjaan. Dan dalam mencari pekerjaan kita juga harus
memilih pekerjaan yang halal dan baik agar hasilnya tidaka merugikan diri
sendiri maupun orang lain.
4. Kesimpulan
Dari kegiatan yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan dari analisis strukturalisme pada cerpen “Akal” karya Fatma Elly
yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa,
tema, dan amanat. Alur yang digunakan pengarang adalah alur mundur/flashback.
Tokoh dan penokohan digambarkan pengarang dengan jelas sehingga pembaca mudah
memahami cerpen tersebut. Untuk sudut pandang,
pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga. Selain itu dalam
cerpen ini juga terdapat gaya bahasa, yaitu alegori dan klimaks. Tema dan
amanat yang disampaikan pengarang dalam cerpen ini sangat menyentuh hati
pembaca, pengarang menyampaikan pesannya agar kita berhati-hati dalam memilih
pekerjaan, kalaupun belum memperoleh pekerjaan yang baik kita tidak boleh putus
asa.
Daftar Pustaka
Ambary, Abdullah. 1998. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Datnika.
Anonim. 2003. Buku
Praktis Bahasa Indonesia Jilid I.
Jakarta: Erlangga.
Daud. 2006. Pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas XI. Klaten: PT Intan Pariwara.
Elly, Fatma. 2008. Serial Gender Terpasung. Esta Blitz.
Eti, Nunung Yuli dkk. 2005. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas X. Klaten: PT Intan
Pariwara.
Pratiwi, Yuni. 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Mukmin, Suhardi. 2008. Teori dan Aplikasi Semiotika
dalam Cerpen Robohnya Surau Kami. Palembang: Penerbit Universitas
Sriwijaya.
Sayuti,
Suminto A.2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Jogjakarta: Gama Media
Sudjiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sundari, S. 1984. Memahami Cerpen-Cerpen Danarto. Jakarta: Pusat Bahasa.
Winahyutari, Andriani. 2004. Bahasa Indonesia untuk Kelas 3 SMP. Klaten: PT Intan Pariwara.
No comments:
Post a Comment