Roman
Atheis
Atheis adalah roman
yang mengetengahkan pergeseran gaya hidup masyarakat Indonesia dari gaya hidup
yang tradisional ke gaya hidup yang modern. Roman karya Achdiat K. Mihardja ini
dicetak pertama tahun 1949. Pergeseran gaya hidup tersebut membawa perselisihan
dan bentrokan antara paham-paham lama dengan yang baru.
Sinopsis
Hasan, seorang pemuda
yang masih tergolong berada dan punya tingkat stratifikasi sosial yang tinggi
di desa asalnya, meninggalkan kedua
orang tuanya dan memulai kehidupan baru di kota Bandung dengan tinggal bersama
bibinya dan bekerja pada sebuah kantor jawatan pemerintah. Kehidupannya
sehari-hari masih berjalan normal sebagaimana dari sejak dahulu ia menjalani kehidupan
hingga ia bertemu Rusli dan Kartini. Berawal dari ajakan Rusli, kawan masa
kecilnya dulu yang secara tak sengaja bertemu lagi sekarang setelah lama
berpisah, untuk bertamu ke rumahnya dan yang terlebih lagi ada perasaan
tertentu yang menghinggapinya kala dengan Kartini, yang merupakan kawan Rusli,
pertama kali berjumpa, Hasan jadi sering mampir ke tempat Rusli. Dan mulailah
Hasan mencebur dalam pergaulan Rusli dan Kartini, dan kawan-kawan mereka, yang
merupakan aktivis ideologi marxis.
Hasan yang dahulunya
tetap mampu hidup sebagaimana biasa di desanya walaupun berada di tengah-tengah
kemodernan kota Bandung, mulai berubah. Hal yang utama adalah menyangkut sisi
relijiusitas yang selama ini sanggup dipegang teguhnya. Semakin sering ia
berkumpul dalam forum-forum diskusi pemikiran marxis Rusli dan kawan-kawannya,
juga semakin akrab ia dengan mereka, mulai semakin tak perlahan Hasan
meninggalkan gaya hidup lamanya. Tentu saja ideologi marxis akan sangat
menubruk pemahaman keagamaan yang sangat tradisionalnya Hasan. Dan ini juga tak
berlangsung mudah. Pada awalnya Hasan masih sangat keras untuk berusaha melawan
jalan pikiran kawan-kawan marxisnya. Hal ini ditunjukkan dengan tekadnya suatu
kali untuk menyadarkan Rusli guna kembali ke jalan yang benar.
Dengan
semangat ia mendatangi Rusli, namun ternyata Hasan kalah berdebat. Rusli
digambarkan sebagai sosok yang sangat cerdas dan pintar berwacana, tidak
sebanding dengan Hasan yang masih sederhana wawasan maupun pola pikirnya. Hasan
menyerah, ia terus menggabung dalam lingkunagan marxis itu dan terus tambah
terpengaruh. Sewaktu suatu saat kembali ke rumah orang tuanya di desa Wanaraja,
kebetulan bersama Anwar (salah seorang rekan marxisnya yang paling gila), ia
bahkan berani berteus terang pada kedua orang tuanya tentang pemahaman keimanan
terbarunya. Dan tentu saja untuk itu Hasan harus membayar dengan perpisahan
untuk selamanya.
Namun ditengah keterus
menceburan Hasan ke dalam lingkungan Marxis, ia sebetulnya juga tak sepenuhnya
sanggup dan mau untuk mengikuti ideologi tersebut. Keberadaan seorang
Kartinilah yang menjadi perangsang baginya untuk terus ada di komunitas yang
membuat ia kebanyakan hanya menjadi penonton yang pasif dalam berbagai saling
lempar wacana yang ada. Hingga akhirnya Hasan kawin dengan Kartini dan pada
awalnya berbahagia sentosa raya. Tentu, tak lama pula, datanglah juga masa
sengsara, Hasan dan Kartini mulai sering bertengkar. Dan pertengkaran inipun
berujungkan perpisahan. Sumber konfliknya adalah, utamanya, ketidaksukaan Hasan
pada gaya hidup modern Kartini. Hasan masih memendam cara pikir yang
konservatifnya ternyata. Dan memang begitulah. Dalam keterlibatan ia
berkecimpung di dunia pemikiran kaum “atheis”, ia masih sangat mendekap erat
pandangan-pandangan masa lalunya. Dan pertentangan pikiran ini cukup menyiksa
hari-hari Hasan, yang hanya sanggup diobati, awalnya, dengan impian akan
keanggunan Kartini, tetapi selain itu Hasan pun berhadap dengan penderitaan
fisik berupa penyakit paru-paru yang dideritanya.
Suatu hari Hasan
mengetahui bahwa di suatu hotel Anwar pernah berniat memperkosa Kartini, dalam
marah, ketika berjalan mencari Anwar, ia ditembak oleh tentara Jepang yang
menuduhnya mata-mata. Hasan tersungkur oleh terjangan peluru dan mengucap
takbir, sisa-sisa relijiusitas yang terpendam dihatinya selama ini keluar juga
akhirnya. Ia mati di penjara sebab dikabarkan tak sanggup menahan siksa.
Kartini sangat sedih dan terpukul begitu mendengar kabar kematian Hasannya
tercinta.
No comments:
Post a Comment