Saturday 6 September 2014

RPP Kurikulum 2013 Bahasa Indonesia Kelas 8

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
                                              Satuan Pendidikan     : SMP NEGERI 2 UJANMAS
                                              Mata Pelajaran            : Bahasa Indonesia
                                              Kelas/Semester          : VIII/1
                                              Materi Pokok               : Teks Cerita Fabel
                                              Waktu                             : 2 jam pelajaran (1 x pertemuan)

A.        Kompetensi Inti
1.              Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
2.              Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya
3.              Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.              Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

B.        Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
3.1 Memahami teks cerita moral/fabel, ulasan, diskusi, cerita prosedur, dan cerita biografi baik melalui lisan maupun tulisan
                1. Memahami teks cerita fabel
2. Mengenl struktur teks cerita fabel
3. Memahami unsur kebahasaan teks cerita fabel

C.      Tujuan Pembelajaran
1.         Melalui membaca teks cerita fabel, peserta didik dapat memahami teks cerita fabel dengan jujur, percaya diri, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2.         Melalui membaca teks cerita fabel, peserta didik dapat mengetahui struktur teks cerita fabel dengan jujur, percaya diri, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3.         Melalui membaca teks cerita fabel, peserta didik dapat memahami unsur kebahasaan teks cerita fabel dengan jujur, percaya diri, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
D.      Materi Pokok
Teks cerita fabel
E.       Metode Pembelajaran
Pendekatan komunikatif (Communicative Approach)
Model Pembelajaran berbasis teks
F.       Media, Alat, dan Sumber
1.      Media Pembelajaran
2.      Alat dan bahan
Gambar semut dan Teks cerita fabel “Kupu-kupu Berhati Mulia”
3.      Sumber
·           Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013a. Bahasa Indonesia: Wahana Pengetahuan Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
·           Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013b. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan: Buku Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
·           Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
·           Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2010. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
G.     Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan Pertama
Pendahuluan (10 menit)
1.       Perserta didik merespon  salam dan pertanyaan dari guru berhubungan dengan kondisi siswa dan kelas
2.       Perserta didik merespon pertanyaan dari guru tentang keterkaitan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
3.       Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau KD yang ingin dicapai
4.       Untuk memberikan motivasi peserta didik dalam pembelajaran teks cerita fabel, guru menampilkan gambar yang berhubungan dengan materi.
5.       Guru melakukan tanya jawab tentang gambar tersebut.

Kegiatan Inti (60 menit)
Mengamati :
1.       Peserta didik membaca teks cerita fabel “Kupu-kupu Berhati Mulia”
2.       Peserta didik menjawab 8 pertanyaan yang ada pada buku siswa hlm. 6 untuk membangun pemahaman tentang teks cerita fabel
Menanya :
3.       Dengan percaya diri dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, peserta didik menanyakan hal-hal yang belum dipaham atau bahasa dan istilah yang tidak dimengerti dari teks cerita fabel “Kupu-kupu Berhati Mulia”
Mengumpulkan Informasi:
4.       Dengan dipandu guru, peserta didik mengenali struktur struktur teks cerita fabel: orientasi, komplikasi, resolusi, dan koda
5.       Dengan dipandu guru, peserta didik mengidentifikasi struktur teks cerita fabel “Kupu-kupu Berhati Mulia” dengan menjawab latihan hlm. 6-8 pada buku siswa.
6.       Dengan dipandu guru, peserta didik mencari unsur-unsur kebahasaan teks cerita fabel “Kupu-kupu Berhati Mulia” dengan menjawab latihan hlm. 8-9 pada buku siswa
Mengasosiasi:
7.       Peserta didik mengaitkan isi cerita dengan kehidupan nyata
Mengomunikasikan:
8.       Peserta didik menjelaskan struktur teks cerita fabel.
9.       Peserta didik menjelaskan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat dalam teks cerita fabel “Kupu-kupu Berhati Mulia”
10.   Peserta didik menjelaskan peristiwa yang pernah ia lihat atau dialaminya yang berhubungan dengan teks cerita fabel “Kupu-kupu Berhati Mulia”

Penutup (10 menit)
11.   Guru dan peserta didik melakukan refleksi terkait dengan pembelajaran yang baru berlangsung.
12.   Guru menyimpulkan materi yang diberikan
13.   Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari selanjutnya

H.     Penilaian
1.    Penilaian Sikap
a.    Teknik             : Pengamatan Sikap
b.    Bentuk           : Lembar Pengamatan
c.     Instrumen
         
No.
Nama Peserta didik
Religius/PBI
Jujur
Percaya Diri
skor
Nilai
Konv
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1.
















2.
















3.
















….

















Rubrik
Rubrik
Skor
sama sekali tidak menunjukkan usaha sungguh-sungguh  dalam melakukan kegiatan
1

menunjukkan sudah ada  usaha sungguh-sungguh  dalam melakukan kegiatan tetapi masih sedikit dan belum ajeg/konsisten
2
menunjukkan ada  usaha sungguh-sungguh  dalam melakukan kegiatan yang  cukup sering dan mulai ajeg/konsisten
3
menunjukkan adanya  usaha sungguh-sungguh  dalam melakukan kegiatan secara terus-menerus dan ajeg/konsisten
4
Pedoman penilaian sikap:
Skor = jumlah perolehan angka seluruh aspek
Nilai =      skor yang diperoleh        x 100
                      skor maksimal
Konversi Nilai = (nilai/100) x 4
Kategori Nilai dapat dilihat pada tabel konversi nilai sikap (K, C, B, SB)

2.    Penilaian Pengetahuan
a.    Teknik             : Tes Tertulis
b.   Bentuk           : uraian
c.    Instrumen     : buku siswa hal 6

Pedoman Penilaian:
Skor = jumlah perolehan angka seluruh aspek
Nilai =      skor yang diperoleh        x 100
                      skor maksimal
Konversi Nilai = (nilai/100) x 4
Kategori Nilai dapat dilihat pada tabel konversi nilai pengetahuan.
3.    Penilaian Keterampilan
a.    Teknik             : Tes Unjuk Kerja
b.    Bentuk           : Tes Uji Petik Kerja dan rubrik
c.     Instrumen     :
Setelah kamu cermati teks tersebut lebih mendalam dan mengetahui strukturnya, coba ceritakan kembali teks cerita fabel tersebut. Mintalah teman-temanmu menyimak teks lisan yang kamu ceritakan dan minta juga tanggapannya. Diskusikan dengan guru dan teman-temanmu! Catatlah hasil diskusi dan masukannya.


Panang Jaya,  Juli  2014
                                                                                    Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
                                                           

 Sitra Wijaya, S.Pd

Friday 22 August 2014

Dian yang Tak Kunjung Padam



Yasin merupakan anak tunggal dari keluarga uluan. Dia seorang pemuda yang baru berumur dua puluh tahun. Tiga bulan yang telah lalu ayahnya berpulang ke Rahmatullah. Sekarang tinggalah ia berdua saja dengan ibunya yang sudah tua. Ia sangat menyayangi ibunya.
Setiap hari Yasin dan ibunya berjualan hasil kebun ke Enam Belas Ilir. Ia berjualan dengan menggunakan perahu melewati aliran sungai Musi. Suatu pagi ketika perahu Yasin melewati sebuah rumah besar, ia melihat seorang gadis yang termashur cantik. Gadis itu bernama Molek. Molek merupakan anak dari Raden Mahmud yang terkenal kaya dan pedagang yang terkenal dan ibunya bernama Cek Sitti. Molek merupakan perawan bangsawan yang baru berumur 17 tahun. Ia anak ketiga dari tiga bersaudara. Molek seorang gadis rendah hati, pengiba dan penyayang. Ketika Yasin memandang Molek. Ia merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya. Ia menjadi riang.
Setelah menjual paranya, esoknya ia pulang ke dusun. Semenjak ia bertemu dengan Molek, Yasin jadi sering tepekur. Ia pun merasakan hal yang sama dengan Molek. Yasin tidak bisa melupakan Molek. Setiap yasin melewati rumah Molek, mereka berpandang-pandangan dengan tak berhenti-henti, penuh dendam birahi. Tanpa saling mengenal, Yasin dan Molek saling jatuh cinta.
Yasin mempunyai kebun para dan menyadapnya sendiri, di sebelah kebun paranya ada sebidang tanah yang ditumbuhi pohon pisang. Dua bulan sekali Yasin menjual pisangnya ke Palembang, perjalanan itu membutuh waktu sehari semalam dan ketika ia kembali ke kebunnya untuk menjemput ibunya, ia naik kereta api sampai ke dusun Gunung Megang. Kalau Yasin pergi berjualan pisang, ibunya tidak pernah dibawa tetapi diantarkan dulu ke rumahnya di dusun. Sebenarnya Yasin berasal dari Gunung Megang, rumahnya tidak jauh dari halte kecil di dusun itu. Namun sudah sembilan tahun Yasin dan ibunya tinggal di kebun para dan hanya sekali-kali mereka pulang. Biasanya mereka pulang, ketika ada pernikahan atau akan memakamkan mayat sanak saudaranya juga beberapa hari sebelum puasa dan pada hari raya.
Sejak kanak-kanak Yasin telah menjadi bujang besar sehingga berbeda dengan anak-anak sebayanya. Hanya buku cerita dan buku melayu yang menemani hari-harinya ketika tidak ada pekerjaan.
Empat hari jalan kelima Yasin dan ibunya meninggalkan Palembang dan kembali ke kebun. Namun kalau dari ke Palembang hanya membutuhkan waktu sehari semalam saja.
Suatu hari ketika yasin dan ibunya sedang di kebun para, tiba-tiba saudara yang bernama Muluk datang. Muluk disuruh bapak dan kakak Thalib menjemput Yasin dan ibunya. Sembilan hari lagi Majid akan menikah dengan anak haji Tohir. Keesokan harinya Yasin, ibunya dan Muluk pergi ke Gunung Megang untuk mengunjungi ke makam kaum kerabatnya dan keesokan harinya lagi mereka membersihkan rumah Yasin. Kemudian mereka pergi ke Penanggiran untuk menemui sanak saudaranya juga untuk menghadiri pernikahan Majid.  Dalam beberapa hari pernikahan disiapkan. Penduduk Dusun Penanggiran amat sibuk, sebab peralatan kawin adik pesirah akan mulai, lima hari lima malam lamanya. Sudah beberapa hari tak lain yang dipercakapkan orang melainkan penjamuan yang besar itu saja.
Sejak ia tiba di penanggiran ia berusaha membantu persiapan itu sehingga sejenak bisa melupakan Molek. Pada malamnya banyak perawan jelita berkumpul, namun tak satupun membekas di hati Yasin.
Saat pernikahan dimulai, Yasin malah termenung selalu memikirkan Molek. Ia takut cintanya kepada Molek tidak terbalaskan. Dalam keramaian ia merasa sendiri. Termenung memikirkan nasib percintaannya. Yasin sadar bahwa cintanya kepada Molek banyak alangannya. Alangan itu karena perbedaan keturunan. Yasin hanyalah seorang anak dusun biasa sementara Molek, ia seorang anak bangsawan yang kaya raya. Ibu Yasin pun merasa sedih dengar nasib perantauan anaknya itu. Hari terakhir pada peralatan itu berangkatlah Yasin dengan kereta api petang ke Gunung Megang. Di Gunung Megang malam itu yasin tidur sendiri di rumahnya. Ia tidak mau pergi ke rumah saudara sepupu ibunya. Karena ia ingin mengasingkan dirinya. Esoknya ia ingin menemui Molek. Ia ingin mengetahui apakah citanya dibalas oleh Molek atau tidak.
Pada malam itu ia memikirkan bagaimana caranya mengungkapkan perasaannya kepada Molek setelah lama berpikir, Yasin menemukan ide bahwa untuk mengungkapkan perasaan itu yaitu dengan menulis surat. Setelah sampai di Palembang, ia membeli sehelai sampul dan sebatang pinsil di kedai orang Cina. Setelah itu mendekati rumah Molek, namun ia tidak melihat Molek. Ia menjadi kecewa kemudian ia mencari tempat yang baik untuk mencurahkan isi kalbunya itu. Tempat yang dipilihnya yaitu tempat tidur. Setelah selesai surat itu, lalu dibacanya beberapa kali. Esoknya Yasin pergi ke rumah Molek . Ia menyimpan surat itu, maka ia pun mengayuh sampannya ke muara anak air itu kembali.
Hari itu Molek bangun sedia kala. Ketika ia pergi ke kamar mandi, ia menemukan sepucuk surat yang terselip. Ia sangat kaget, kemudian perlahan-lahan ia membaca surat dari Yasin itu. Setelah membaca surat itu, Molek menjadi bahagia. Ternyata ia pun mencintai Yasin. Namun kebahagiaan itu terhempas oleh perbedaan keturunan antara Yasin dengan Molek. Sejak berumur sebelas tahun Molek dipingit oleh orang tuanya. Molek menyimpan surat berharga itu diantara lipatan bajunya, kemudian ia membalas surat dari Yasin. Dalam surat itu Molek menyatakan bahwa ia pun mencintai Yasin. Surat itupun diletakan di suatu tempat tepian.
Hari bertukar minggu, minggu bertukar bulan pun telah bertukar beberapa kali berganti sehingga telah menjelang setahun dalam masa itu percintaan antara Yasin tiada berkurang tetapi malah betambah. Tetapi meskipun demikian kasih sayang mereka hanya dari jauh sebab mereka belum pernah bertemu, di tepian tempat mandi ada sebuah sudut yang tersembunyi di sanalah mereka meletakan surat-suratnya dengan tiada diketahui orang lain selama berkasih-kasihan itu, telah banyak mereka berkirim-kiriman surat.
Akhirnya pada suatu hari mereka ketemuan. Mereka saling berpandangan dan melepaskan rindu. Namun pertemuan tidak lama, karena kalau ketahuan celakalah mereka.
Setelah betemu dengan Molek, Yasin kembali ke Penanggiran. Pada suatu petang, Yasin dengan ibunya, Muluk dan pesirah Thalib dengan isterinya. Mereka membicarakan tentang nasib percintaan Yasin dengan Molek. Banyak benar alangan terhadap mereka. Pebedaan keturunan sangat sulit untuk dihilangkan. Bagaimanapun banyaknya harta keluarga Yasin, tidak ada harganya buat keluarga Molek. Tapi mereka bertekad untuk meminang Molek.
Keesokannya pesirah Thalib mengajak ibu Yasin pergi ke rumah ayahnya untuk mempercakapkan maksud mereka. Mereka setuju dengan putusan itu dan dua hari sesudah itu berangkatlah ibu Yasin, bapa dan mertua pesirah Thalib, Muluk dan Yasin ke Gunung Megang. Di Gunung Megang lima hari lamanya mereka berunding dengan bibi Munah. Dalam waktu itu Yasin sering berziarah. Setelah berunding, mereka pergi ke Palembang.
Tiba di Palembang mereka pun tidak berlabuh di enam belas ilir, dekat rumah Raden mahmud, melainkan di muka benteng dekat pangkalan di muka rumah Residen. Selang beberapa waktu ibu Yasin, bibi Munah, ayah dan bunda pesirah Thalib datang meminang Molek. Tapi mereka pulang dengan tangan hampa, karena Cek Sitti berterus terang bahwa Molek tidak dapat diserahkan kepada orang Uluan. Jodohnya mesti seorang bangsawan.
Molek sangat sedih mendengar keputusan ibunya itu. Sikapnya pada ibu dan ayahnya jadi berubah. Ia menangis dan menangis akhirnya ibunya tahu, kalau Molek menangis karena ibunya menolak pinangan keluarganya Yasin. Setelah tahu hal itu, ibunya Molek menjadi marah dan murka. Kemudian ia pun memberitahu Raden Mahmud. Ayahnya sangat marah kepada Molek. Ia ditampar, ditempeleng dan mengatai Yasin dengan kata-kata yang pedas. Molek dibenci oleh orangtuanya, seolah-olah ia melakukan dosa besar. Ayahnya mengancam, kalau Yasin datang lagi menemui Molek, maka ia akan binasa.
Setelah orang tuanya pergi, Molek mulai membaca surat dari Yasin. Isi surat itu menyatakan kalau keluarga Yasin telah meminang Molek. Tetapi pinangan itu ditolak. Jadi Yasin memutuskan untuk melepaskan Molek. Setelah selesai membaca surat itu, kemudian Molek membalas. Isi surat balasan itu menyatakan bahwa Molek tidak mau ditinggalkan Yasin, dan sabar menunggu. Sejak menerima surat balasan dari Molek, Yasin tidak ingin lagi meninggalkan Molek. Namun ia dan keluarganya haus pulang ke Gunung Megang.
Waktu terus berjalan, Raden Mahmud dan istrinya bertambah lama bertambah lupa dengan kasalahan Molek. Molek sendiri pun telah jauh berkurang amarahnya kepada orangtuanya. Pada suatu hari Molek dipinang oleh Syaid Mustafa, yaitu seorang arab yang ternama kaya dan berharta di kota Palembang. Pinangan itu diterima. Walaupun ia bukan keturunan nabi atau berasal dari tanah suci. Molek dan Yasin putus asa dengan keadaannya. Pada malam esoknya ia akan dikawinkan, Molek ingin bertemu dahulu dengan Yasin.
Akhirnya merekapun bertemu. Mereka saling melepas rindu. Namun ketika pertemuan itu berlangsung tiba-tiba ombak menghantam perahu Yasin sehingga mereka berpisah. Ketika melihat orang-orang keluar dari rumah Molek maka iapun dengan segera menghanyutkan perahunya sementara Molek jatuh pingsan, tetapi tak berapa lama Molek pun sadar. Tapi dengan kejadian itu, Molek terpaksa menuruti keinginan orangtuanya. Akhirnya pernikahan Molek dan orang Arab itu berlangsung. Setelah pernikahan itu, orangtua Molek pergi untuk beribadah haji.
Sejak menikah Molek sering termenung dan sendiri. Suaminya tidak mencintai, ia sering ditinggal suaminya itu. Ternyata dia hanya ingin menguasai harta dan kekayaan orang tua Molek saja, bahkan suaminya itu tak menafkahinya sehingga ia sangat menderita. Dalam kesendiriannya itu, Molek menulis surat buat Yasin; isi surat itu, menyatakan penderitaan Molek selama ini dan ingin bertemu dengan Yasin. Sebenarnya pertemuan itu pertemuan terakhir. Setelah menerima surat dari Molek, Yasin dengan segera menemui Molek. Dalam pertemuan itu, Molek menjatuhkan diri memeluk kaki Yasin. Ia meminta maaf karena telah menikah dengan laki-laki lain. Perlahan Yasin mengangkat tubuh Molek dan memeluknya. Sambil berkata bahwa Molek tidak bersalah. Tapi Molek tiba-tiba menjadi kasar kepada Yasin. Ia mnyuruh Yasin untuk pergi meninggalkannya. Yasin terkejut dengan sikap Molek itu. Ia pun pergi meninggalkan rumah Molek.
Dua hari keesokannya Yasin melayari sungai Musi. Ia tidak berputus asa untuk menunggu surat dari Molek. Ia pun pergi ke tepian rumah Molek, tetapi ia tidak menemukan lagi surat itu ketika di tepian. Tiba-tiba ia terkejut suatu bayangan manusia naik dari tangga dan terus masuk ke pintu yang terbuka. Yasin tahu, kalau yang masuk itu adalah Molek. Sekejap pintu itu tertutup kembali. Tanpa sadar ia menangis dan firasat hatinya mengatakan bahwa Molek telah meninggalkan ia untuk selama-lamanya.
Setelah kejadian itu, ia menemukan sebuah surat terakhir dari Molek. Isi surat itu yaitu demi menjaga kemuliaan cintanya kepada Yasin lebih baik ia berputih tulang. Surat pertama dari Yasin ia bawa ke liang lahatnya dan Molek pun menulis kalau ia akan menunggu Yasin di akhirat.
Yasin ingin menggagalkan niat kekasihnya itu namun ia gagal. Esoknya ia mengetahui kalau Molek telah meninggal dunia. Beberapa hari Yasin tinggal di kuburan Molek bersama-sama dengan orang yang mengaji buat arwah Molek.
Beberapa minggu sesudah itu Yasin pulang ke dusunnya. Beberapa lamanya yasin tinggal bersama-sama ibunya di sungai Lematang. Suatu hari ibunya sakit, lalu dibawanya ke dusun Gunung Megang. Disanalah ibunya berpulang dan beberapa hari sesudah itu hilanglah Yasin dari dusun kecil itu dan tak seorang pun tahu kemana peginya Yasin.
Pada suatu tempat rimba lebat di gunung Seminung, di pekan dusun Sukau tinggalah seorang laki-laki telah lanjut dan ia adalah Yasin. Disana Yasin bersahabat dengan anak muda yang bernama Rahman. Kalau Rahman membawa dagangan ke ranau ia selalu mengunjungi Yasin, lelaki yang lebih tua darinya.
Pada suatu hari Rahman membawa seorang gadis ke pondok Yasin. Ia melarikan gadis perempuan itu. Kisah percintaan Rahman dengan gadis itu sama dengan kisah percintaan Yasin dan Molek. Esoknya Rahman membawa gadis itu pergi ke Kroi. Yasin pun teringat dengan Molek, malam itu ia mendapat kemenangan dan ketenangan dalam hidupnya. Yasin menjadi orang tua yang saleh dan taat beribadah. Suka menolong siapapun dengan segala tenaganya tanpa pamrih. Hidupnya aman dan sentosa seakan-akan setiap waktu disinari oleh cahaya Illahi.

Kutipan yang menarik:
Bulan memancar amat terang di langit yang tiada berawan. Sinar putih yang permai menerangi seluruh Palembang. Sungai Musi yang lebar itu berkilau-kilauan seolah-olah sebuah cermin yang amat besar. Lampu di rumah dan di perahu terbayang gelisah seperti ular melata di tempat yang licin (hal. 1).
“O, jeling mata yang menambat ! engkaulah tali yang tak dapat dilihat, tak dapat diraba, tetapi...terung mengikat” (hal 2).
Cinta bukannya barang yang dapat dikuasai oleh pikiran. Cinta ialah kekuatan yang Maha Kuasa, yang tak dapat ditahan atau dimusnahkan. Apa juapun yang menghalanginya, namun cinta itu akan terus menurut jalannya.(hal 14)

...Makin lama makin insyaflah ia bahwa ia, mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan cintanya, dengan perjanjian batinnya dengan Molek. Keinsafan itu seakan-akan anak air yang mengalir perlahan-lahan, tetapi terus melarik berdikit-dikit, meruntuhkan tebing dan gunung..(hal 35)
Tetapi seorang ibu yang penuh kasih sayang tahu setiap waktu akan keadaan anaknya. Tiap-tiap perubahan bagaimana juapun kecilnya, baik lahir maupun batin, tiada luput dari matanya yang senantiasa menyinarkan cahaya cinta itu (hal 38)
Makin dekat pada rumah raden Mahmud, rumah kekasihnya. Makin dekat pada rumah itu, makin tiada terperikan riangnya, hatinya berdebar-debar, seakan-akan hendak memecahkan dadanya (hal 50)
Lemah badannya dan beberapa lamanya ia terhambung tinggi-tinggi di lautan cinta yang baru ditempuhnya itu. (hal 60)
Dari kalbunya yang jernih seakan-akan keluar suatu perjanjian yang suci: “Selama darahku masih mengalir dari jantungku selama itu cintaku ini tiada kulepaskan”. (hal 60)
Lupalah mereka akan kesunyian yang telah dideritanya dan seluruh dunia ini tampaklah oleh mereka suatu surga yang terjauh dari kedukaan dan kemelaratan. (hal 68)
Melihat Molek serupa itu tersumbatlah kerongkongan Yasin dan pikirannya seakan-akan gelap diselimuti oleh kabut yang tebal... (hal 71) “Adindaku... Molekku...” demikian keluar perkataan dari mulut Yasin, suram dan parau, laksana bunyi guruh pada tengah hari yang panas. Setelah itu ia pun berdiam diri pula, seakan-akan tak dapat ia mencari kata-kata akan penerus percakapannya. (hal 71)
...Sesungguhnya seorang ibu senantiasa tahu apa yang terbit dalam hati anaknya dan dengan perasaannya yang halus itu dapatlah ia memberi aliran pada banjir yang sebesar mana sekalipun (hal 77).
Dengan tiada gentar sedikit jua gadis itupun kepada ibunya bahwa ia tidak mau bersuamikan laki-laki itu, meski ia diderita sekalipun. Tidak, ia tak usah dipersuamikan, biarlah ia sempa seumur hidupnya. (hal 107)
Seluruh sungai Musi gelap-gulita laksana dicat dengan tinta yang hitam dan tebal dan hanya pad beberapa tempat kelihatan kegelapan yang tidak terhingga itu ditembusi oleh cahaya lampu dalam rumah dan kapal (hal 113).
 “...Bagiku tak ada yang lebih mulia dari cintaku kepada kakanda itu maka dengan tulus dan ikhlas aku sanggup berputih tulang”. (hal 145)
“Ya, sebenarnya banyak yang ganjil dan ajaib di dunia ini”. (hal 148)
Dari muka air yang tenagn itu naiklah suatu cahaya yang ghaib, yang tak dapat dikaji. Cahaya itu membumbung ke atas, seakan-akan menyongsong sinar bintang dari langit. (hal 155)
Tetapi karena ia tak dapat mengecap kemujuran dunia itu oleh perbuatan manusia, maka tercurahlah kepadanya nikmat akhirat yang kekal dan tiada terwatas, yang hanya teruntuk bagi orang yang dapat melepaskan dirinya dari segala ikatan dan kongkongan dunia. (hal 156)

Dirujuk dari : http://shinwidyanti-shinta.blogspot.com